6 minute read

Merindukan Kicau Gelatik Jawa

Di masa lalu, orang Jawa sangat menyukai suara kicauan burung ini. Kini, suara kicauannya kian jarang terdengar. Kendati belum masuk kategori punah, tetapi keberadaan burung Gelatik Jawa di alam bebas memang kian terasa berkurang. Padahal, burung Gelatik Jawa memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Jawa, khususnya. Maka, wajar jika ada sejumlah kalangan yang menyatakan, merindukan kicau burung Gelatik Jawa ini. Ingin tahu lebih dalam tentang burung kecil ini? Simak saja.

Burung Gelatik Jawa memiliki nama ilmiah Padda oryzivora. Burung ini adalah sejenis burung pengicau yang berukuran kecil.

Advertisement

Ukuran tubuhnya memang tidak besar. Panjang burung ini rata-rata lebih kurang 15 cm. Burung Gelatik Jawa berasal dari suku Estrildidae. Ciri-ciri burung

Gelatik Jawa adalah memiliki kepala hitam, pipi putih, dan paruh merah yang berukuran besar. Burung

Gelatik Jawa dewasa mempunyai bulu berwarna abu-abu, perut berwarna coklat kemerahan, kaki merah muda, dan lingkaran merah di sekitar matanya. Ciri itu serupa, baik burung jantan maupun betina. Saat muda, burung Gelatik Jawa berwarna coklat.

Asep Ayat dalam bukunya

“Panduan Lapangan: Burungburung Agroforest di Sumatera” (2011), mendeskripsikan Gelatik

Jawa memiliki bulu berwarna terang, berukuran kurang lebih 16 cm, dan berparuh merah. Burung Gelatik Jawa yang telah memasuki usia dewasa, kepalanya hitam dengan bercak putih mencolok pada pipi, tubuh bagian atas dan dada kelabu, perut merah muda, ekor bawah putih, ekor hitam. Sementara di usia remaja, ciri Gelatik Jawa adalah kepala merah muda dengan mahkota kelabu, dada merah muda. Iris merah, paruh merah muda, kaki merah. Menurut Asep, habitat Gelatik Jawa tersebar di hutan, perkebunan, permukiman, dan persawahan. Sedangkan untuk kebiasaan, burung ini bersifat sangat sosial, saling menyelisik di tempat bertengger. Sewaktu berebut tempat sarang, Gelatik Jawa suka menggoyangkan badan dengan gerakan yang rumit.

Burung ini merupakan satwa endemik dari Indonesia. Habitatnya di Indonesia banyak ditemukan di Pulau Jawa dan Bali. Di alam, burung Gelatik Jawa ditemukan di hutan padang rumput, sawah, dan lahan budi daya di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Sekarang, spesies ini dikenali di banyak negara di seluruh dunia sebagai burung hias. Perilaku Gelatik Jawa yang spesifik antara lain adalah senang berkelompok dan cepat berpindahpindah. Pakan utama burung ini adalah bulir padi atau beras, juga biji-bijian lain, buah, dan serangga. Burung Gelatik Jawa betina menetaskan antara empat sampai enam telur berwarna putih, yang dierami oleh kedua tetuanya. Spesies Gelatik Jawa merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para pemelihara burung. Salah satu sebabnya karena suara kicauannya. Maka, penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini, lantas menyebabkan populasi Gelatik Jawa menyusut pesat.

Habitat Asli Gelatik Jawa merupakan burung endemis Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Habitat aslinya ada di tiga pulau itu. Tetapi, kemampuan adaptasinya yang baik membuat Gelatik Jawa tersebar luas mulai dari Sulawesi, Maluku, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, hingga Australia.

Foto: Google

Sayangnya, populasi Gelatik Jawa (Padda oryzivora) kini mulai sedikit dan sulit ditemukan di habitat aslinya akibat perburuan untuk dijadikan hewan peliharaan. Jumlah individu dewasa globalnya di alam kini diperkirakan 1.000 –2.499 individu. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) pun telah menetapkan status Java Sparrow atau Gelatik Jawa sebagai Genting (Endangered/EN) atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar. Tetapi, di Gorontalo justru Gelatik Jawa cukup mudah dilihat. Dilaporkan, Gelatik Jawa ada di Kota Gorontalo dan Kota Marisa, Ibu Kota Kabupaten Pohuwato. Di Gorontalo, Gelatik Jawa kerap terlihat di taman kota dan kebun kelapa masyarakat. Titik pertemuan Gelatik Jawa juga ada di sejumlah ruang publik yang memiliki pepohonan. Di halaman yang memiliki pepohonan semisal rumah adat, halaman kantor pos, halaman sekolah dasar, dan halaman Bank, Gelatik Jawa juga kerap ditemukan. Sementara di Kota Marisa, sebelah barat Gorontalo, Gelatik Jawa kerap dijumpai di semak-semak dan kebun kelapa masyarakat.

Karakteristik pohon sarang yang telah diidentifikasi yaitu pohon yang memiliki diameter lebih dari 70 centimeter, terdapat tumbuhan epifit semisal tanaman anggrek dan tanaman paku, ada lubang, dan biasanya ditumbuhi jenis beringin. Gelatik Jawa mengalami keterancaman karena dijadikan sebagai satwa peliharaan. Permintaan untuk dijadikan hewan peliharaan inilah yang menyebabkan aktivitas perburuan terhadap Gelatik Jawa tinggi. Faktor lain adalah semakin menyempitnya habitat Gelatik Jawa akibat alih fungsi lahan.

Foto: Google

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Passeriformes

Famili : Estrildidae

Genus : Padda

Spesies : Padda oryzivora

Mudah Ditangkap

Peningkatan kategori keterancaman Gelatik Jawa dari Rentan (Vulnerable/VU) menjadi Genting (EN), disebabkan penangkapan oleh masyarakat. Menurut Biodiversity Officer Burung Indonesia, di Gorontalo burung Gelatik Jawa mampu beradaptasi di sekitar ruang publik dan juga permukiman. Hal ini yang kerap membuat burung Gelatik Jawa menjadi mudah ditangkap.

Ketika Ignatius Pramana Yudha, Presiden Indonesian Ornithologist’s Union atau Perhimpunan Ornitolog Indonesia, melakukan pengamatan burung tanggal 9 Desember 2018 di Taman Kota Gorontalo, ia menemukan sekitar 50-an Gelatik Jawa. Seperti dilansir laman kompas.com, Ignatius Pramana Yudha mengatakan, ruang terbuka hijau menjadi tempat bertengger dan bersarang burung dari suku Estrildidae ini. Penangkapan Gelatik Jawa untuk memenuhi kebutuhan pasar burung peliharaan baik di wilayah domestik maupun internasional diperkirakan sudah terjadi sejak lama. Puncaknya pada dekade 1960-an hingga 1970- an. Kebiasan Gelatik Jawa berhimpun di satu pohon menyebabkan burung ini mudah ditangkap secara massal.

Di kalangan petani di Indonesia, Gelatik Jawa sering dianggap hama karena kerap memakan padi. Selain itu, kompetisi secara ekologis dengan burung gereja (Passer montanus) diperkirakan menjadi salah satu alasan mengapa populasinya menurun.

Di dalam Jurnal Media Konservasi edisi Desember 2006, disebutkan, para peneliti melakukan pengamatan perilaku harian yang menunjukkan aktivitas paling banyak dilakukan Gelatik Jawa, yaitu lebih dari 10 persen adalah melompat, memanggil, diam berdiri, dan menelisik. Perilaku harian pada individu jantan dan betina Gelatik Jawa memiliki pola hampir sama. Meski demikian, individu jantan cenderung lebih aktif dan dominan ketimbang betina.

Selama pengamatan, para peneliti tidak menemui adanya perilaku yang mengarah kawin pada Gelatik Jawa

yang telah berpasangan. Artinya, mereka setia pada satu pasangan. Diduga, hal ini disebabkan tingginya tingkat pertentangan (perilaku agonistik) yang ditunjukkan oleh individu-individu lain di dalam kandang, sehingga menimbulkan situasi lingkungan tidak tenang. Aktivitas yang hanya ditunjukkan oleh gelatik jantan ialah berkicau yang lebih bervariasi, sementara betina tidak bisa.

Di dalam penelitian tersebut, burung-burung Gelatik Jawa ditempatkan dalam kandang yang terdiri atas tiga ruang, masingmasing berukuran 185 cm panjang, 180 cm lebar, dan 110 cm tinggi. Ketika diteliti, aktivitas harian dimulai sekitar pukul 05.45 sampai pukul 06.05, segera setelah bangun dari tidur. Aktivitas pertama adalah memanggil, dilanjutkan aktivitas lainnya. Aktivitas harian itu berakhir pada 17.50 sampai pukul 18.05, yaitu

bersamaan dengan datangnya waktu tidur.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, Gelatik Jawa dievaluasi rentan pada IUCN Red List serta didaftarkan dalam CITES Appendiks II. Bahkan

kini Gelatik Jawa pun terancam

punah di habitat aslinya dalam waktu singkat. Sekarang kita bahkan telah sulit untuk menemukan burung gelatik di persawahan atau ladang. Karena itulah kita merindukan suara

kicauannya. • DR/Tim Kompersh Kanpus